Selasa, 12 Juli 2011

AGAR IKAN JADI JANTAN


Tempo:   Peneliti Badan Tenaga Nuklir Nasional membuat hormone untuk menjantankan benih ikan hias dan konsumsi. Keberhasilan hingga 94 persen, juga murah.
   Tiga bulan sekali Agung Wahyudi membeli ribuan benih ikan nila tak jauh dari rumahnya di Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Ia sengaja memilih benih berusia nol-tiga hari, berbentuk bintik-bintik hitam. Alasannya, di usia itu bibit dalam kondisi gonad atau tidak berkelamin. “Kita masih bisa menentukan sendiri jenis kelaminnya,” kata pria setengah baya itu.
   Caranya sederhana. Cukup dengan akuarium, air, sirkulasi udara, dan kolam tampung seperempat lapangan bulu tangkis di pekarangan rumahnya. Resep khususnya adalah menabur serbuk “ajaib” cokelat muda yang mengandung hormone maskulin ke bibit seharga Rp 5.000 per seribu ekor itu. Takarannya harus pas: 10 gram hormone maskulin dicampurkan kedalam 80 liter air, yang cukup mengubah 7.000 gonad. Benih direndam 18-24 jam. Lalu ganti air rendaman dalam akuarium dan pindahkan ikan ke kolam tamping setelah berusia dua minggu. “Pertumbuhan sangat cepat. Panen hanya butuh 2-3 bulan”, katanya.
   Serbuk yang digunakan Agung adalah hormone metil testosteron buatan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), yang berfungsi mengubah kelamin (sex reversal) ikan menjadi jantan. “Persentase alih kelamin mencapai 94 persen,” kata Adria Priliyanti Murni, pembuat sekaligus peneliti senior Batan. Kementrian Riset dan Teknologi memberi penghargaan hormon Batan sebagai salah satu inovasi paling prospektif sepanjang 2010.
   Menurut Adria, proses penjantanan ikan penting untuk meningkatkan kesahjetraan peternak dan produksi ikan nasional. Selain ongkos produksi yang murah, “jantanisasi” ikan memiliki nilai ekonomi tinggi, karena masa tumbuhnya cepat sehingga panen pun lebih sering. Maklum, seluruh energi ikan pejantan digunakan untuk tumbuh, tidak seperti betina yang sebagian energinya digunakan untuk pematangan telur. Bentuk, ukuran, dan warna ikan jantan pun jauh lebih unggul dibanding si betina. “Butuh Rp 3-3,5 per ekor ikan untuk proses jantanisasi menggunakan hormone buatan Batan,” katanya.
   Hormon maskulin Batan lahir menjawab masalah peternak ikan yang kesulitan mendapatkan metil testosterone. Sejak jantanisasi ikan diterapkan di Jawa pada 1998, hanya ada hormone maskulin buatan luar negeri, seperti Cina, Thailand, dan Jepang. Selain mahal, tingkat keberhasilan hanya 60-80 persen.
   Inilah yang membuat Adria tertarik meneliti bagaimana menghasilkan hormone maskulin alami non kimia lewat teknologi nuklir. Akhirnya pilihan jatuh pada limbah testis sapi. Bahan alami ini ternyata memiliki kandungan testosterone tertinggi ketimbang testis mencit, domba, atau kambing yang juga menjadi bahan penelitiannya. Digunakanlah uji radioimmunoassay plus yodium-125 untuk mengukur kandungan testosterone. “Teknologi nuklir yang digunakan tidak berbahaya karena hanya untuk mengetahui nilai konsentrasi hormone,” katanya. Lahirlah hormone maskulin made in Indonesia pada 2007, setelah serangkaian penelitian selama tujuh tahun.
   Hormone maskulin dibuat dengan cara mengiris-iris testis sapi menjadi kepingan kecil seukuran 5 sentimeter. Potongan itu lantas dikeringkan pada suhu 60 derajat Celcius. Pada setiap 100 gram tepung testis ditambahkan metil alcohol 70 persen dari total volume. Hormone ini cocok untuk jenis ikan hias dan konsumsi, seperti nila, gurani, lele, patin, kerapu, cupang, lohan, dan koi.
   Ahli akuakultur Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, DR. Fauzan Ali, mengatakan, tanpa proses sex reversal, perbandingan benih ikan jantan dan betina adalah 40:60. “Setiap kelahiran alami bisa dipastikan lebih banyak ikan betinanya,” kata Fauzan.
   Adria memberi catatan, hormone maskulin buatannya bukan tanpa kekurangan. Kematian bibit saat proses sex reversal pun sering terjadi lantaran kurang hati-hati. Penyebabnya ikan menjadi stress. Tapi jangan khawatir, tingkat kematian gonad hanya 20 persen, jauh lebih kecil dibanding hormone dari luar negeri yang mencapai 50 persen. Agung merasakan, dari 35 ribu benih ikan nila yang dibudidayakan, yang mati sekitar 7.000 benih. “Itu tak jadi masalah,” katanya.

1 komentar: