Peristiwa kemagnetan mula-mula diamati dengan ditemukannya magnet alam, berupa serpihan kasar batu hitam mirip dengan besi. Batu itu ditemukan di daerah pertambangan di sebuah kota kuno, di Asia Kecil yang bernama Magnetia (asal kata magnet).
Magnet alam itu bersifat dapat menarik besi. Tarikan itu paling kuat di sekitar ujung-ujungnya (kutub).
Sejak tahun 121, bangsa Tionghoa telah mengikuti bahwa jika sebatang besi didekatkan dengan magnet alam maka besi akan bersifat magnet. Peristiwa itu dikenal dengan induksi magnet. Selanjutnya pada abad XI, magnet sudah dipergunakan oleh para pelaut sebagai alat bantu navigasi dalam pelayaran. Para pelaut itu menggunakan magnet karena salah satu sifat magnet selalu menunjuk arah utara – selatan.
Bertahun-tahun kemagnetan dipelajari berdasarkan sifat-sifatnya saja. Baru pada tahun 1819, seorang ahli fisika dari Denmark, Hans Christian Oersted menemukan adanya keterkaitan antara peristiwa kelistrikan dan peristiwa kemagnetan. Oersted menemukan bahwa sebatang magnet jarum dapat bergerak bebas jika didekatkan pada kawat yang berarus listrik. Dua belas tahun kemudian, Michael Faraday melakukan kegiatan dan menemukan adanya arus sesaat pada suatu rangkaian jika didekatkan dengan rangkaian lain yang diberi arus. Disusul pula dengan penemuan berikutnya, yaitu jika sebatang magnet permanen digerakkan terhadap suatu rangkaian, pada rangkaian itu akan timbul arus listrik. Dua belas bulan sebelum Faraday menemukan temuannya, Yoseph Henry, ahli fisika dari Amerika telah lebih dahulu menemukan gejala tersebut. Akan tetapi, karena Faraday yang lebih dahulu mengumumkannya maka ia dianggap sebagai penemunya.
Dengan penjelasan di atas, kita telah mengetahui peristiwa kemagnetan dan pengaruhnya. Oersted membuktikan bahwa efek kemagnetan dapat ditimbulkan pada rangkaian yang diberi arus, sedangkan Faraday dan Henry menemukan bahwa arus pada rangkaian ditimbulkan oleh magnet yang bergerak di sekitar rangkaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar