Selasa, 05 Juli 2011

DEPRESI ANAK DAN REMAJA


   Depresi sering dialami oleh seseorang yang terlalu banyak mengikuti kegiatan yang itu-itu saja. Misalnya saja, pada usia lima tahun, seorang anak harus mengikuti berbagai macam kursus. Misalnya mulai dari les bahasa Inggris, musik, tata boga, dll. Setiap hari pasti ia akan mengulangi aktivitasnya tersebut, hingga akhirnya ia tak punya waktu untuk bermain.
   Apabila itu terjadi terus menerus maka pada saat anak masuk SD, maka ia akan bosan karena pernah mengikuti les tersebut. Sikap anak seperti itu, merupakan bentuk perlawanan terhadap orang tua dan guru. Ia menolak keinginan orang tua yang memaksanya ikut berbagai les.
   Bentuk lainnya, anak berlaku impulsif dan agresif. Dimana saja, si anak bisa melakukan keonaran.
   Penyebab lain depresi pada anak dan remaja adalah peristiwa kritis dalam kehidupan mereka. Misalnya, orangtua meninggal, beroken home, atau masalah adanya pasangan baru dari orang tua mereka.
   Bukan hanya dampak terhadap perilaku, seperti menarik diri dari pergaulan atau malah pergi ke obat-obatan terlarang, dan yang paling mengkhawatirkan adalah dampak depresi pada kesehatan fisik.
   Serangan ke organ-organ tubuh akibat depresi pada usia dini yang tidak tertangani inilah yang dikemudian hari bisa berubah menjadi penyakit yang mematikan.
Menurut Prof. Herbert Scheithauer, Peneliti Free University of Berlin, “sebanyak 70% anak yang mengalami penyakit pembuluh darah dan jantung disebabkan oleh depresi”.
   Penaganan depresi dengan obat antidepresan atau obat-obatan lain untuk menyembuhkan kelainan pada otak si pasien. Namun, karena obat anti depresan tidak boleh diberikan kepada anak berusia dibawah delapan tahun, perawatan bagi anak yang menderita depresi diantaranya kombinasi psikoterapi individu dan konseling keluarga.
   Supaya optimal, tetapi harus melibatkan orang tua, saudara, dan orang yang penting menurut si anak, seperti guru atau kakek-nenek. Perawatan ini meliputi terapi bermain dan evaluasi berkelanjutan.
   Dokter akan memberi jalan dengan lebih dahulu memastikan gangguan fisik yang diderita pasien bukan karena gangguan kesehatan lain. Jika gangguan yang dialami tersebut benar lantaran gangguan emosional atau depresi, dokter pun akan mengobati gejala fisik lebih dahulu, sambil berupaya juga mengatasi kesehatan emosionalnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar