Selasa, 05 Juli 2011

CEKI LAWO DI MASYARAKAT CIBAL


   Ketika itu pada masa pemerintahan raja-raja kedaluan di daerah Manggarai tepatnya kedaluan Cibal, terjadi gagal panen secara besar-besaran. Pada saat itu, kedaluan Cibal dipimpin oleh Kraeng Paju Lae. Beliau adalah seorang pemimpin yang bijaksana dan baik hati. Sebagai seorang pemimpin Kraeng Paju tidak ingin melihat rakyatnya menderita kelaparan. Hasil-hasil kebun tidak ada satu pun yang berhasil dipanen akibat hama ulat dan wereng menyerang tanaman rakyat Cibal. Ketika itu, Kraeng Paju berusaha mencari jalan keluar tetapi tidak satu pun usaha yang dijalani itu berhasil dan akhirnya Kraeng Paju kehabisan akal.
   Pada suatu malam, ketika Kraeng Paju tidur bersama istri dan anaknya, Ia terlarut dalam mimpi. Di dalam mimpi itu, ada seorang laki-laki datang kepadanya dan memberitahukan bahwa di balik bukit di sebelah desa Ngkaso, terdapat bibit tanaman padi. Bibit tanaman padi itu, jika ditanam akan menghasilkan hasil yang sangat banyak, rasanya sangat manis dan enak sekali, tetapi padi itu berada di ujung tebing dan di bawahnya terdapat lereng yang sangat curam dan sangat membahayakan, kata laki-laki itu.
   Kemudian, Kraeng Paju sadar dan keesokan harinya ia memutuskan akan pergi sendirian mencari bibit padi itu. Lalu, Kraeng Paju berpamitan kepada keluarga dan warga kampungnya. Kraeng Paju dilengkapi dengan makanan secukupnya, korung untuk menjaga dirinya dan karung untuk menyimpan bibit padi itu nanti. Kraeng Paju segera berangkat menuju tempat itu sesuai instruksi laki-laki dalam mimpinya semalam.
   Perjalanan sangat jauh dan melelahkan karena Ia menaiki dan menuruni bukit beberapa kali hingga menghabiskan waktu 2 hari. Ketika Kraeng Paju sampai, Ia melihat bibit padi itu di ujung tebing. Dia tidak menyangka kalau bibit padi benar-benar ada. Lalu, Kraeng Paju mencoba untuk mengambilnya, tetapi sangat sulit untuk dilakukan. Tugas ini mempertaruhkan nyawa demi rakyatnya.
   Beberapa cara telah ditempuh, namun tidak satu pun berhasil dilakukan. Persediaan makanan sudah habis. Kraeng Paju hanya duduk diam sambil memikirkan cara yang lain. Tiba-tiba datanglah seekor tikus menghampiri Kraeng Paju dan bertanya tentang kesulitan yang sedang dihadapi. Kraeng Paju terkejut karena seekor tikus berbicara kepadanya.
   Kemudian, Kraeng Paju menceritakan kesulitan yang sedang dihadapinya dan warga kampungnya. Lalu, tikus itu menawarkan bantuan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi Kraeng Paju dan warga kampungnya. Tikus itu bersedia membantu Kraeng Paju, tetapi dengan satu syarat; jika tikus itu sudah membantu mengambil bibit padi itu, dan untuk membalas kebaikan tikus itu, Kraeng Paju dan warga kampungnya beserta keturunannya tidak boleh membunuh tikus atau memakan daging tikus. Jika dilanggar, orang yang melanggar perjanjian tersebut akan terkena penyakit kulit, misalnya: luka-luka borok atau gatal-gatal yang berlangsung sangat lama dan sulit disembuhkan. Lalu, Kraeng Paju menyepakati perjanjian itu.
   Kemudian, tikus itu mengambil bibit-bibit padi itu di ujung tebing bukit tersebut. Setelah tikus itu berhasil mengambil bibit padi itu, tikus langsung memberikan kepada Kraeng Paju. Lalu, Kraeng Paju mengucapkan terima kasih dan pulang ke kampung halamannya.
   Sesampainya di kampung, Kraeng Paju langsung menginformasikan kepada seluruh rakyatnya tentang apa yang dia alami di sana. Setelah itu, rakyat Kraeng Paju mematuhi semua perintahnya dengan menanam bibit padi itu dan tidak melanggar perjanjian tersebut. Oleh karena rakyat Paju Lae telah hidup sejahtera, sehingga mereka tidak makan daging tikus ataupun membunuhnya, karena tikus dianggap sebagai pahlawan mereka dan “ceki” yang dianut oleh orang Cibal adalah “Ceki Lawo”.

1 komentar:

  1. Amat berbeda dengan informasi yang saya peroleh. Mengapa tidak ditulis nara sumbernya ite???

    BalasHapus