Oleh: Frederikus Prima Dikiman
Siapa yang tidak kenal dengan hewan yang satu ini. Singa. Singa sang raja rimba. Pemakan daging (karnivora). Pada saat lapar, singa dengan buas memangsa hewan yang lewat di depannya. Ia melahap dengan rakus. Tapi ada satu sisi lain dari singa, yaitu ketika ia sudah kenyang, ia tidak memangsa atau memburu mangsa lagi.
Apakah manusia memiliki sifat seperti singa? Jawabannya, ada yang iya dan ada yang tidak. Yang tidak adalah seorang yang serakah.
Ada sebuah anekdot. Apabila singa dan manusia diletakkan dalam satu kandang, manusia akan takut dengan kebuasan singa karena takut dimangsa. Tapi, apabila si-manusia itu mengetahui kalau singa itu sudah kenyang, maka manusia itu akan menjadi lebih buas, bahkan lebih dari singa.
Anekdot ini ada benarnya. Karena ada manusia yang “tidak cepat puas” dengan apa yang dia punya dan dia ingin “lebih”.
Salah satu alasan mengapa manusia diciptakan istimewa, karena manusia memiliki hawa nafsu yang diimbangi dengan akal budi. Tetapi, apabila manusia tidak bisa mengendalikan nafsunya, maka akan timbul keserakahan. Seperti korupsi, suap-menyuap, dan juga pengerusakan terhadap alam.
Tetapi, sepertinya justru orang serakah yang luput dari hukum. Hukum sih kena, tetapi hanya sedikit sekali dijalaninya. Itu dikarenakan remisi. Misalnya saja: seorang koruptor pernah ditahan, ketika ia keluar ia melakukannya lagi.
Muncul pertanyaan, kenapa ya para koruptor tidak pernah jera dalam melakukan perbuatan korupsi? Jawabannya, karena hukuman seorang koruptor lebih ringan daripada hukuman seorang “pencuri” 3 buah cokelat.
Masih ingatkah kita dengan kasus “pencurian” 3 buah cokelat yang telah jatuh dari pohonnya yang dilakukan oleh seorang nenek tua? Ia pernah ditahan (maaf, penulis lupa lamanya, tapi kalau tidak salah adalah hitungan bulan). Banyak masyarakat yang protes dan tidak setuju dengan keputusan jaksa yang kontroversi. Tapi, nenek itu akhirnya bebas karena keputusan hakim melalui putusan membebaskan nenek tersebut. Ketua hakim juga menangis karena pada saat membaca putusan bebas itu.
Atau mungkin, masih ingat dengan kasus Bank Century yang menyeret tersangka Robert Tantular. Kasus ini sangat berbanding terbalik dengan kasus “pencurian” 3 buah cokelat. Robert hanya dijatuhi hukuman 5 tahun penjara (kalau tidak salah). Ini sangat “menguntungkan” buat Robert, tetapi bagi kebanyakan orang ini sangat tidak adil. Kalau dihitung hukuman Robert seharusnya lebih dari 60 tahun (bila dihitung menggunakan acuan kasus “pencurian” 3 buah cokelat). Lambat laun, kasus ini tidak lagi didengar di public.
Selalu ada karma bagi orang yang serakah. Tapi kalau dilihat, orang yang tidak bersalah yang justru terkena karma. Contohnya saja, kasus nenek di atas.
Para koruptor juga enak. Bisa mendapatkan remisi yang lebih banyak dari pada napi yang lain. Masih ingat dengan kasus penyuapan jaksa Urip Trigunawan yang menyeret nama Artalita Suryani (Ayin). Ia dijatuhi hukuman 16 bulan (kalau tidak salah). Tidak puas dengan itu, Ayin mengajukan PK (Peninjauan Kembali) dan MA (Mahkamah Agung) mengabulkan. MA memberi remisi 6 bulan. Pada saat lebaran (2011), Ayin mendapat remisi 6 bulan. Jadi, dari 16 bulan, Ayin sudah “menjalankan” 1 tahun hukuman.
Berbeda dengan remisi yang diberikan kepada mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antazahri Azhar, yang hanya mendapatkan remisi 1 bulan.
Wah, wah, wah, sepertinya pemerintah sangat ker ya dengan para koruptor/penyuap.
Tidak sampai disitu saja. Keserakahan juga dilakukan oleh seorang Muhamad Nazarudin. Dia adalah orang yang katanya “dizolimi” oleh para penguasa di negeri ini. Nazarudin dulu adalah seorang yang berkuasa yang berada dalam partai berkuasa yang memerintah negeri ini. Sebelum ditangkap oleh pihak INTERPOL di Cartagena, Kolombia, ia selalu malantunkan nyanyian-nya yang memusingkan dan membuat gerah banyak orang. Tetapi begitu ditangkap, ia justru berbalik. Mukanya yang sedih dan tidak bersemangat, berbanding terbalik sebelum dia ditangkap. Apakah muka sedihnya hanya rekayasa untuk ditunjukkan pada masyarakat kalau dia adalah orang yang dizolimi oleh para penguasa negeri ini? Hanya Tuhan dan Nazarudin saja yang tahu. Seperti yang diketahui Nazarudin terlibat dalam beberapa kasus suap untuk memperoleh proyek. Antara lain: kasus Wisma Atlet, kasus Hambalang, kasus suap di Kemendiknas, dan kasus suap di Kemenankertas. Jumlah duitnya lebih dari 6 triliun rupiah. Wow, angka yang sangat fantastis.
Bahkan suap yang dilakukan di Kemenankerta yang duitnya disimpan dalam kardus durian diberikan pada saat bulan puasa. Astafirulah, sungguh sangat menyedihkan dan memalukan.
Jadi, kembali ke diri kita sendiri. Apakah ingin meniru sifat singa yang “cepat puas” atau serakah yang merugikan orang lain? Pilihan ada pada kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar