Selasa, 20 Desember 2011

Foto-Foto Mantap










Spekulasi Keberadaan Supriyadi

Kabinet pemerintahan RI yang pertama menunjuk Supriyadi sebagai pemimpin Tentara Keamanan Rakyat, namun tidak pernah muncul. Ada beberapa spekulasi yang berkembang mengenai hal ini. Setelah meletusnya pemberontakan tentara PETA terhadap Jepang di Blitar pada tanggal 14 February 1945, Supriyadi dinyatakan hilang. Sebagai pimpinan utama pemberontakan tersebut Supriyadi tidak diketahui di mana ia berada. Ada dugaan ia ditangkap dan kemudian disiksa sampai mati. Sementara itu pendapat lain menyebutkan bahwa Supriyadi ikut gugur dalam pemberontakan tersebut. Namun demikian, mayatnya tidak ditemukan dan masih menimbulkan pertanyaan tentang keberadaannya. Kemungkinan hal ini dirahasiakan oleh Jepang agar tidak menimbulkan pemberontakan yang lebih besar lagi. Karena keberadaannya tidak diketahui, kedudukannya sebagai pemimpin TKR digantikan Sudirman.

Proses Terbentuknya Negara dan Pemerintahan Republik Indonesia

   Pada tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menyelenggarakan siding untuk pertama kali yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. Dalam sidang PPKI itu dibahas berbagai persoalan untuk melengkapi keberadaan negara Republik Indonesia yang baru diproklamasikan. Bahkan materi yang dibahas dalam sidang PPKI itu merupakan kelanjutan dari sidang BPUPKI tanggal 10 – 16 Juli 1945. Dalam sidang PPKI itu berhasil diambil suatu keputusan yang sangat penting bagi pemerintahan negara Republik Indonesia yang baru berdiri. Keputusan yang berhasil dicapai dalam sidang PPKI adalah sebagai berikut.
a.     Mengesahkan rancangan undang-undang dasar negara yang dibahas dalam sidang BPUPKI menjadi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Selanjutnya Undang-Undang Dasar itu lebih dikenal dengan istilah Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
b.     Memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden sebagai pelaksana pemerintahan yang sah dari Negara Republik Indonesia yang baru berdiri. Selanjutnya PPKI memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden serta Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
c.      Membentuk Komite Nasional Indonesia sebagai lembaga yang membantu Presiden dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebelum terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui pemilihan umum (pemilu).

Perkembangan Pemerintahan Setelah Pemilihan Umum 1955

   Keadaan politik setelah pemilihan umum 1955 di bidang pemerintahan terjadi ketegangan-ketegangan akibat banyaknya mutasi yang dilakukan di beberapa kementrian, seperti pada kementrian dalam negeri, kementrian luar negeri, dan kementrian perekonomian. Hal-hal itu menjadi salah satu factor desakan agar perdana menteri mengembalikan mandatnya. Akhirnya pada tanggal 8 Maret 1956, Kabinet Burhanuddin Harahap jatuh. Pada tanggal 8 Maret itu juga Presiden Soekarno langsung menunjuk Ali Sastroamiodjojo untuk membentuk kabinet baru. Pada tanggal 20 Maret 1956, secara resmi diumumkan kabinet baru yang disebut Kabinet Ali Sastroamiodjojo II.

Oeang Repoeblik Indonesia (ORI)

Sejak akhir tahun 1945, pemerintah RI berusaha mengeluarkan uang sendiri dengan mengerahkan ahli-ahlinya. Tetapi, karena keadaan kota Jakarta waktu itu belum cukup aman – dengan banyaknya gangguan dari NICA (Belanda) – maka usaha pembuatan uang itu dipindahkan ke kota Yogya, Malang, dan Solo.
Pada tanggal 1 Oktober 1946, uang Jepang yang memang sudah sangat merosot nilainya digantikan oleh uang ORI. Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan uang kertas sendiri yang dinamakan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) melalui UU No. 17 Tahun 1946 tentang Oeang Repoeblik Indonesia (ORI). Kemudian langkah ini ditindaklanjuti dengan mengeluarkan UU No. 19 Tahun 1946 pada tanggal 25 Oktober 1946 tentang perubahan dasar nilai mata uang Jepang yang masih berlaku saat itu dengan ketentuan:
1.     50 Rupiah uang Jepang sama dengan 1 Rupiah ORI

Merebut Kembali Irian Barat

   Meskipun wilayah-wilayah negara Indonesia yang sempat dijadikan negara boneka bentukan Belanda telah kembali ke pangkuan negara kesatuan, tetapi wilayah RI belum sepenuhnya utuh, karena Irian Barat masih dikuasai oleh Belanda. Untuk itu, pemerintah RI berupaya untuk merebut kembali Irian Barat. Berbagai cara ditempuh agar Irian Barat menjadi bagian dari Indonesia.

Perjuangan Diplomasi  Usaha membebaskan Irian Barat melalui jalan diplomasi telah dimulai sejak kabinet pertama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (1950). Namun, usaha itu selalu mengalami kegagalan. Pada masa pemerintahan kabinet Ali Sastroamidjojo I masalah Irian Barat dibawa ke forum PBB. Namun, usaha itu pun belum membuahkan hasil.

Pertempuran Surabaya – 10 Nopember 1945

   Pertempuran di Surabaya melawan pasukan sekutu tidak lepas kaitannya dengan peristiwa yang mendahuluinya, yaitu usaha perebutan kekuasaan dan senjata dari tangan Jepang yang dimulai sejak tanggal 2 September 1945. Perebutan kekuasaan dan senjata yang dilakukan oleh para pemuda berubah menjadi situasi revolusi yang konfrontatif antara pihak Indonesia dengan sekutu.
   Para pemuda sebelumnya sudah berhasil memiliki senjata dengan cara merampas dari tentara Jepang yang telah dinyatakan kalah perang. Pemerintah mendukung tindakan-tindakan yang dilakukan para pemuda, dengan maksud mempersenjatai diri dan mempertahankan kemerdekaan dari ancaman bangsa asing. Namun, pada tanggal 25 Oktober 1945, Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby mendarat di Surabaya. Dengan tujuan melucuti serdadu Jepang dan menyelamatkan para interniran sekutu. Pemimpin pasukan sekutu menemui Gubernur Jawa Timur R.M. Soerjo untuk membicarakan maksud kedatangan mereka. Setelah diadakan pertemuan antara wakil-wakil pemerintah RI dengan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby berhasil mencapai suatu kesepakatan yaitu:
1.     Inggris berjanji bahwa di antara mereka tidak dapat angkatan perang Belanda.
2.     Disetujuinya kerja sama antara kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
3.     Akan segera dibentuk kontak biro sehingga kerja sama dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.
4.     Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang saja.
   Pihak Republik Indonesia akhirnya memperkenankan tentara Inggris memasuki kota dengan suatu syarat bahwa hanya obyek-obyek yang sesuai dengan tugasnya saja yang dapat diduduki, seperti kamp-kamp tawanan perang. Namun dalam perkembangan selanjutnya, pihak Inggris mengingkari janjinya. Pada tanggal 26 Oktober 1945 malam harinya satu peleton pasukan Field Security Section di bawah pimpinan Kapten Shaw melakukan penyerangan ke penjara Kalisosok untuk membebaskan Kolonel Huiyer (seorang Kolonel Angkatan Laut Belanda) bersama kawan-kawannya. Tindakan Inggris dilanjutkan dengan melakukan pendudukan terhadap Pangkalan Udara Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, Gedung Internatio dan obyek-obyek vital lainnya.